Anak Datang Ke Tempat Praktek Dokter Gigi Tanpa Rasa Takut, Mungkinkah?

Kamis, 02 Agustus 2018

   
Suatu hari de tempat praktek saya, datang seorang anak berusia 5 tahun diantar Ibunya untuk perawatan gigi karena giginya berlubang. Selama kunjungan anak sangat kooperatif, tidak menunjukan rasa takut terhadap perwatan yang dilakukan. Pada hari berikutnya ada kunjungan pasien seorang anak laki-laki usia yang sama namun dengan kondisi yang sangat berbeda.
Pasien anak laik-laki tersebut sangat ketakutan dan menolak perawatan gigi yang saya lakukan. Kodisi seorang anak memang sangat variatif saat kunjungan ke dokter gigi. Contoh pasien kedua yang sangat umum terjadi di tempat praktek dokter gigi, dan contoh pasien pertama adalah suatu kondisi ideal yang bisa dibentuk.

Rasa takut pada perawatan gigi adalah hal yang wajar khususnya pada anak-anak. Rasa takut tersebut dapat dibedakan menjadi dua, yaitu Rasa Takut Subyektif dan Rasa Takut Obyektif.
Rasa takut subyektif terjadi karena sang anak mendapat cerita-cerita yang menakutkan terhadap perawatan gigi dari lingkungan terdekatnya, bisa dari lingkungan keluarga seperti saudara atau teman di sekolah.

Tidak jarang untu mendapatkan tingkah laku yang di harapkan orang tua seringkali menggunakan "ancaman" seperti "kalau kamu tidak menurut akan mama bawa ke dokter gigi biar gigimu di cabut!" Dapat pula sang anak mendapat cerita dari temannya tentang pengalaman buruknya datang ke praktek dokter gigi. Cerita dari tersebut bisa jadi benar-benar terjadi namun di ceritakan dengan berlebihan khas anak-anak dalam bercerita ke temannya. Semua cerita dan "Ancaman" tersebut terekam pleh anak dan menimbulkan gambaran yang tidak kondusif tentang dokter gigi.
 
Saya teringat suatu slogan iklan di televisi "kesan pertama begitu menggoda, selanjutnya terserah anda". Ya kesan pertama sangalah penting untuk mendapatkan kondisi yang kita harapkan, kesan awal yang "mengerikan" tentang kunjungan ke dokter gigi bagi anak dapat dkurangi bahkan di hilangkan dengan beberapa upaya. Diantaranya adalah Perkenalkan Anak Dengan Dokter Gigi Sedini Mungkin.
     
Perkembangan dan kondisi anak memang sangat variatif namun seorang anak dapat mulai di bawa ke dokter gigi untuk kunjungan awal pada usia kurang lebih 2 tahun. Memang pada usia tersebut dokter gigi masih belum bisa melakukan perrawatan yang ideal kareana pada usia tersebut seorang anak umumnya masih belum dapat duduk manis dan membuka mulutnya dalam waktu yang cukup lama untuk menerima perawatan.



Namun setidaknya pengenalan terhadap dokter gigi sudah dapat dilakukan. Kunjungan awal dokter gigi seharusnya di mulai tanpa adanya keluhan apapun terhadap gigi anak. Seringkali orang tua membawa anaknya ke dokter gigi setelah muncul keluhan terhadap giginya. Apakah itu gigi berlubang dan sakit, gusi bengkak dsb. Seorang anak yang datang ke dokter gigi dengan kondisi gigi atau gusi yang sakit cenderung defensive dan menolak perwatan karena merasa khawatir saat gigi tersebut dirawat maka akan semakin sakit.
   
Kondisi yang tidak kondusif seperti cerita-cerita negatif tentang dokter gigi harus dihilangkan atau paling tidak diminimalisir terlebih dahulu sebelumnya, kondisi anak harus dalam keadaan fresh seperti tidur cukup. tidak lapar, tidak capek ataupun mengatuk. Kadang orang tua membawa sang anak untuk jalan-jalan dahulu sebelum kedokter gigi, kondisi ini tidak menguntungkan karena anak sudah lelah dan kadang mengantuk pada saat ke dokter gigi. Hal tersebut menyulitkan pendekatan yang akan dilakukan oleh dokter gigi.
   
Saat berada diruangan dokter gigi, berilah kesempatan pada dokter gigi untuk melakukan pendekatan kepada sang anak. Keberadaan orang tua di ruang praktek pada saat anak diperiksa dokter gigi dapat diperlukan tapi dapat tidak. Hal ini tergantung dengan kondisi anak dan orang tuanya sendiri. Sebagai contoh, banyak orang tua yang merasa khawatir dan tidak tega saat anaknya dirawat giginya. Kekhawatiran tersebut sebenarnya hal yang wajar namun bila terlalu berlebihan karena mungkin over protective akan mempengaruhi keberanian sang anak.

Orang tua hendaknya tidak memberikan pertanyaan atau komentar yang mengecil nyali sang anak saat pemeriksaan sedang dilakukan dokter gigi, seperti "itu tidak sakit khan dok?" atau "pasti sakit ya dok kalau di suntik," atau "anak saya harus di cabut ya dok?" dan umum pertanyaan atau komentar-komentar tersebut diberikan dengan ekspresi wajah yang khawatir yang kuat. Kondisi ini akan membuat anak yang awalnya tidak takut menjadi takut. Bila orang tua tidak mampu menyembuyikan rasa khawatir, maka sebaiknya tidak berdiri dihadapan sang anak saat pemeriksaan dan perawatan gigi dilakukan, atau bahkan sang anak cukup mandiri keberadaan orang tua di ruang praktek dapat tidak diperlukan.
   
Setelah dokter gigi melakukan pemeriksaan dan perawatan saat kunjungan awal, maka berilah sang anak kondisi yang menyenangkan (reward system). Artinya kita menghargai sikap anak yang baik saat kunjungan dilakukan. Reward tidak selalu berupa barang, namun pujian dengan kata-kata, tepukan dipudak dapat dilakukan. Orang tua perlu berhati-hati dengan pemberian barang atau mainan sebagai hadiah karena bila terlalu sering maka anak akan menjadikannya sebagai "senjata" untuk "upah" datang ke dokter gigi.

Reward diberikan setelah kunjungan dan tidak sebelum kunjungan. Bila diberikan sebelum kunjungan akan lebih bersifat sebagai "sogokan" dan hal tersebut bukanlah hal yang baik. Setelah kunjungsn pertama sebaiknya kunjungan berikutnya tidak terlalu lama, agar masih segar dalam ingatan anak tentang apa yang dirasakan saat pemeriksaan dan perawatan saat kunjungan pertama. Bila "bonding" dengan dokter gigi sudah terjadi, InsyaAllah rasa takut dan prilaku negatif saat ke dokter gigi dapat dikurangi bahkan dihilangkan. Pengalaman buruk saat anak-anak tidak jarang akan terbawa hingga dewasa, bila hal tersebut terjadi akan menyulitkan yang bersangkutan karen cenderung untuk datang ke dokter gigi setelah kondisi giginya parah.